Assalamualaikum readers??
Tetesan hujan dan hembusan angin
menemani keheningan Delon dan Vio yang tengah berteduh di sebuah halte bus kota
yang sepi. Entah mereka larut dengan fikirannya masing-masing, atau mereka
sedang merangkai kata-kata untuk memulai pembicaraan. Sedari tadi mereka hanya
membicarakan pembicaraan yang garing, sehingga selalu diakhiri kata 'oh' dari
salah satu mulut mereka.
Delon masih berdiri bersandar pada
tiang penyangga sambil menahan dingin di tubuhnya, karena jaket dan seragam
sekolahnya tak mampu membendung dinginnya hembusan angin. Dan Vio hanya duduk
sambil terfokus pada handphonenya yang sebenarnya telah mati karena lowbath
sejak sejam yang lalu. Di hadapan mereka terpakir sebuah motor butut keluaran
tahun 90'an yang ditutupi sebuah jas hujan khusus motor dengan beberapa sisi
yang sudah robek. Motor itu adalah milik Delon saat dia masuk SMA, motor itu
adalah pemberian terakhir ayahnya sebelum beliau meninggal dunia. Maka dari
itu, Delon tak pernah malu ataupun berniat menjual motor yang terbilang sudah
tak layak pakai itu.
Kedua pelajar SMA ini adalah
sepasang kekasih yang berlatar belakang yang sangat berbeda. Delon adalah anak
seorang janda beranak 2 yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah
teman dekat Delon. Walau hanya berupahkan 500ribu/bulan, namun keluarga Rio
(teman dekat Delon) selalu membantu setiap kebutuhan sekolah Delon dan adiknya.
Sedangkan Vio adalah anak tunggal sebuah keluarga pemilik perusahaan ternama di
Jakarta. Semua fasilitas yang Vio inginkan bisa terpenuhi tanpa harus berusaha
payah, termasuk bersekolah di SMA berstandar internasional yang sudah terkenal
di seluruh Indonesia. Berbeda sangat dengan Delon yang harus melalui proses
yang berbelit-belit untuk mendapatkan beasiswa agar bisa masuk ke SMA itu.
***
Sudah hampir 2 jam mereka menunggu
hujan agar redah, namun semakin lama mereka menunggu semakin kencang pula
hembusan angin dan hujan yang membuat suasana semakin dingin. Delon sudah
menyuruh Vio pulang duluan menggunakan taxi, namun Vio lebih memilih menunggu
bersama Delon dengan keadaan seragam yang hampir basah semua saat di jalan
tadi. Di dalam hati Delon sangat ingin duduk mendekati Vio dan memberikan
pelukkan untuk Vio agar dia tak merasa kedinginan lagi, tapi Delon bukanlah
tipe orang yang berani dalam soal menunjukkan perasaannya.
Delon menarik nafasnya dalam-dalam
sebelum melangkah mendekati Vio yang semakin lama bisa semakin kedinginan dan
membeku disana. Dia dekati Vio, dan duduk disampingnya dengan perasaan tenang.
Dilepaskan jaketnya yang sedari tadi melekat di tubuhnya dan memakaikannya
kepada tubuh Vio yang sudah mulai menggigil. Vio hanya tersenyum tipis atas
perilaku Delon yang menurutnya cukup perhatian.
"Maaf ya, gara-gara aku kamu
jadi ikut-ikutan kehujanan?" ucap Delon dengan raut wajah menyesal.
"Gak papa kok, Del! Aku juga
tadi kelamaan keluar dari kelasnya, jadi kita kesorean deh pulangnya."
jawab Vio dengan paras wajah menyemangati Delon.
Melihat senyuman tipis di wajah Vio,
Delon ikut tersenyum dan menatap langit yang sudah mulai memancarkan setitik
cahaya, lalu diiringi hembusan angin dan tetesan hujan yang mulai meredah. Tak
lama kemudian langit berhenti meneteskan air matanya setelah 2 jam lamanya
menangis. Delon dan Vio memutuskan segera pulang sebelum matahari tenggelam
ditelan kegelapan malam.
***
Vio dan Angel tengah asik menikmati
semangkuk baso di kantin. Ketika istirahat, memang inilah makanan favorit
mereka berdua. Apalagi bila bersama Delon dan Rio, pasti mereka berempat
mengadakan lomba makan baso tercepat.
"Besok malam kamu mau jalan
bareng Rio, Gel?" tanya Vio dengan mulut yang masih mengunyah sebuah baso.
"Tadi pagi sih Rio ngajakin,
kayanya dia mau ngajak aku nonton film Perahu Kertas di Bioskop, deh! Soalnya
dari kemarin dia ngomongin film itu terus. Biasalah, pecinta film
romantis." jawab Angel yang dibalas anggukkan kepala dari Vio. "Emang
Delon gak mau ngajak kamu jalan? Bukannya besok hari jadian kalian, ya?"
lanjut Angel seraya memasukkan sesendok baso ke mulutnya.
"Em.. Semoga iya." ucap
Vio dengan wajah penuh harapan. "Apa Delon masih ingat sama hari jadian
kita?" tanya Vio dalam hati seraya melamun.
"Woy! Gak ngajak-ngajak
kalian." seru Rio yang baru saja datang bersama Delon.
Vio tersadar dari lamunannya karena
suara Rio yang mengejutkannya. Dilihatnya sosok Delon yang tersenyum penuh
dengan ketulusan padanya. Damai rasanya hati Vio setiap melihat senyuman di
wajah Delon.
"Emangnya biasanya kita juga
ada disini, kan? Ada juga kalian berdua kemana ajah?" cetus Angel dengan
kalemnya.
"Ke Perpus dulu, dong! Kita kan
anak rajin. Iya gak, Del?" balas Rio dengan PD-nya.
"Rajin? Bukannya tadi kita ke
Perpus gara-gara buku tugas loe ketinggalan, ya? Jadi gua nemenin loe deh
selama jam pelajaran di Perpus." ucap Delon dengan polosnya yang membuat
wajah Rio menjadi merah karena malu pada Vio dan Angel.
Vio menahan tawa melihat raut wajah
Rio yang malu setengah mati karena rahasianya terbongkar.
"Oh, jadi itu yang kamu sebut
rajin? Pinter banget sih pacar aku... Pinter ngebohongnya!" ketus Angel
dengan raut wajah kesal.
"Udah ah! Loe sih, Del! Jadi
malu kan gua!" omel Rio pada Delon.
"Eh, justru Delon itu jujur!
Orang jujur kok diomelin, sih?" bela Angel.
"Maaf ya Angel sayang..? Tadi
bukan gitu maksud aku." rayu Rio pada Angel.
Delon dan Vio hanya tersenyum
menahan tawa melihat Rio dan Angel yang sedang bertengkar.
"Ya udah sana makan dulu! Tapi
awas ya kalau besok-besok kamu bohong lagi." kata Angel dengan raut wajah
so' jutek.
"Iya, iya aku janji! Tapi kamu
senyum dulu, dong!" bujuk Rio sambil tersenyum pada Angel, namun Angel
malah semakin cemberut dan kesal padanya. "Ayo dong.. Really.. Senyum..
Really.. Senyum.." canda Rio yang akhirnya berhasil membuat Angel
tersenyum.
"Apaan, sih? Lebay tau!"
ucap Angel diiringi senyuman.
"Nah gitu dong! Ya udah, yuk,
Del! Kita pesan baso!" ajak Rio yang lalu diiyakan Delon. Dan mereka
berdua pun pergi.
Angel melanjutkan huapannya dengan
lahap. Vio sedari tadi hanya terdiam melihat kemesraan antara Rio dan Angel.
Terkadang tersirat dalam hatinya rasa iri pada Angel memiliki pacar secekat
Rio. Rio selalu merespon langsung setiap apapun yang terjadi pada Angel.
Berbeda dengan Delon yang terkadang tak berani untuk mendekati Vio, karena malu
bila orang lain menilai hubungan mereka yang bagaikan langit dan bumi.
Vio kembali memakan basonya.
Tiba-tiba setetes darah segar jatuh ke dalam mangkuk basonya dan membuat kuah
dimangkuknya berubah warna. Kemudia setetes lagi, yang membuat Vio sadar darah
itu berasal dari hidungnya. Dia langsung menutup hidungnya agar tak ada yang
melihat darah segar yang mengalir itu.
"Aku ke kamar mandi dulu, ya?"
ucap Vio pada Angel dan langsung aerlari menuju kamar mandi.
Sedangkan Angel yang sedari tadi tak
sadar dengan apa yang terjadi pada Vio hanya mengangguk kebingungan.
"Vio kemana?" tanya Delon
yang baru saja datang bersama Rio dengan semangkuk baso ditangannya. Lalu dia
duduk di samping Angel, sedangkan Rio duduk di samping mangkuk baso Angel.
"Katanya mau ke kamar mandi.
Kayanya dia kebelet deh! Soalnya buru-buru banget." jawab Angel yang
dibalas anggukkan Delon.
"Palingan dia sakit perut
karena kebanyakkan makan saus." kata Rio sambil mengambil botol saus, tapi
tanpa disengaja tangannya menyenggol mangkuk baso Vio hingga terjatuh dan
pecah.
"Rio! Kamu ceroboh banget,
sih!" omel Angel.
"Ma..af! Gak sengaja,
kesenggol, deh!" ucap Rio penuh rasa bersalah.
"Udah gak papa, Gel! Kayanya
gak bakalan dimakan lagi kok sama Vio. Mendingan loe suruh Pak Arif ngebersihin
bekasnya, Ri!" tegas Delon yang lalu diiyakan oleh kedua temannya.
***
Keesokkan malamnya, Vio sedang duduk
sendiri di teras kamarnya sambil menatap langit. Dalam hatinya dia merasa
sangatlah sedih, karena Delon sama sekali tak mengingat apa hari ini. Padahal
dia sangat berharap agar Delon akan mengajaknya pergi walau hanya untuk makan
sepiring nasi kucing dipinggiran jalan.
"Langit! Andai saja malam ini
ada bintang jatuh, aku berharap agar malam ini Delon menelfonku walau hanya
untuk mengucapkan bahwa hari ini adalah hari jadi kami yang ke 2 tahun. Aku
rasa itu saja sudai cukup." ucap Vio sambil menatap langit dengan penuh
harapan.
Tiba-tiba sebuah cahaya jatuh dari
langit. Sebuah bintang jatuh terlihat jelas oleh mata Vio. Dia tesenyum manis
melihat pemandangan yang jarang sekali ditemukannya. Lalu tiba-tiba
handphonenya berdering tanda sebuah pesan masuk ke handphonenya. Diraih
handphone yang berada di sampingnya, dan dilihat siapa yang mengirim pesan
untuknya.
"Delon?!" ucapnya terkejut
ketika membaca isi pesan tersebut. Dia langsung berdiri dan melihat ke arah
gerbang rumah. Terlihat seorang pemuda tengah menunggunya dengan sebuah motor
butut namun unik baginya.
Delon menoleh ke arahnya dengan
senyuman manis yang selalu membayangi dimimpi Vio.
"Tunggu sebentar, ya!"
teriak Vio yang semangat dan langsung masuk ke dalam kamarnya untuk mengganti
baju agar terlihat cantik di depan kekasihnya.
***
Wajah Vio terlihat berseri-seri
ketika pergi bersama Delon menggunakan motor antik Delon, hembusan angin malam
serasa menyempurnakan bunga-bunga cinta yang tengah mekar diantara mereka
berdua.
Delon menghentikan motornya di
sebuah parkiran Bioskop. Vio hanya terdiam dengan wajah bingung. Ketika Delon
akan menggandeng tangan Vio untuk masuk ke dalam, Vio menahannya.
"Kita mau ngapain?" tanya
Vio bingung.
"Kamu lihat dong ing gedung
apaan? Kita mau nonton film dong, Vio." jelas Delon.
"Nonton?"
"Iya! Masa kita mau makan baso,
sih?"
"Tumben. Biasanya kamu gak
ngajak aku buat nonton. Kita makan nasi kucing ajah deh, yuk?"
"Emang ada yang salah, ya? Ini
kan hari yang spesial buat kita. Masa kita mau makan nasi kucing terus?"
"Jadi, kamu ingat ini hari
apa?" tanya Vio yang dibalas senyuman oleh Delon.
"Vio, mana mungkin aku lupa?
Kita udah ngejalanin hubungan ini selama 2 tahun, itu bukan umur yang muda
untuk cinta pertama. Maaf kalau selama ini aku hanya bisa ngajak kamu jalan
seminggu sekali, itu juga bukan jalan-jalan ke mall, salon, atau nonton kaya
pasangan pada umumnya. Makanya hari ini, untuk pertama kalinya aku ngajak kamu
nonton film di Bioskop. Katanya sih malam ini filmnya bagus, tapi ya kalau kamu
gak mau juga gak papa, kok!" jelas Delon sambil menatap mata Vio
dalam-dalam.
Vio tersenyum lega, "Ayo kita
masuk! Bentar lagi filmnya mau dimulai." ucap Vio seraya menuntun Delon
masuk ke dalam.
***
Selesai menonton film, Delon
mengantarkan Vio pulang sampai rumahnya. Wajah mereka terlihat sangat bahagia
malam ini. Vio puas telah bisa menangis di pundak Delon ketika di Bioskop tadi.
Dan Delon menghapus airmata Vio menggunakan sapu tangannya. Rasanya malam ini
takkan terlupakan oleh mereka berdua.
"Makasih, ya! Hati-hati di
jalan!" ucap Vio sebelum melangkah masuk ke dalam rumahnya.
"Vio!" panggil Delon yang
menghentikan langkah Vio.
"Iya, Del?"
"I love you!"
"Love you too!" balas Vio
penuh senyum dan melanjutkan langkahnya.
Setelah melihat Vio masuk ke dalam
rumahnya, Delon melajukan motornya pergi.
Vio yang baru saja menutup pintu
rumahnya, tiba-tiba merasa pusing tak tertahankan di kepalanya. Dan dari
hidungnya keluar darah segarg. Vio terjatuh dan pingsan. Pembantunya yang
terkejut melihat keadaan Vio langsung membangunkan kedua orangtua Vio dan
segera membawanya ke Rumah Sakit.
***
1 minggu berlalu, namun tak ada satu
pun kabar dari Vio untuk Delon atau pun Angel dan Rio. Delon hampir putus asa.
Berkali-kali dia mencari ke rumah Vio, namun tak pernah dia melihat sosok
kekasih yang dicarinya. Angel dan Rio ikut berusaha membantu Delon untuk
mencari tahu keberadaan Vio.
Sampai ketika Rio dan Angel baru
saja pergi menengok temannya yang sakit di sebuah Rumah Sakit. Ketika Rio dan
Angel ajan keluar dari Rumah Sakit, mereka melihat Vio yang tengah duduk
disebuah kursi roda bersama kedua orangtuanya. Rio dan Angel yang terkejut
langsung mengikuti kemana Vio dibawa. Sesampai di sebuah ruang rawat, Rio dan
Angel menghentikan langkahnya, dan mendengar pembicaraan kedua orangtua Vio
yang diiringi suara tangisan.
"Lalu bagaimana, Pa? Umur Vio
takkan lama lagi." ucap mama Vio dengan isak tangis. Rio dan Angel semakin
penasaran dan tegang.
"Dokter sudah tidak bisa
melakukan apa-apa lagi, Ma. Mungkin ini sudah takdir Vio untuk terkena
Leukimia." ucap papa Vio yang langsung membuat mata Rio dan Angel
terbalak-balak. Bahkan tangisan Angel pecah ketika mendengar penyakit apa yang
membuat temannya tak masuk sekolah seminggu ini.
Rio berusaha menenangkan Angel, dan
membawanya pergi keluar Rumah Sakit untuk menjernihkan fikiran. Di Taman Rumah
Sakit, tangis Angel jatuh tak tertahankan. Rio hanya mampu menenangkan perasaan
Angel walau Rio pun sama kagetnya dengan Angel.
Setelah suasana menjadi tenang, Rio
dan Angel memutuskan untuk mendatangi Vio. Agar tak terjadi kesalahpahaman
diantara mereka.
Ruangan tempat Vio dirawat sudah
sepi, orangtua Vio sudah tak ada disana. Rio mengintip ke dalam lewat kaca yang
berada di pintu. Sekali lagi dengan jelas terlihat gadis yang tengah berbaring
itu adalah Vio, teman baiknya. Vio menangis sambil memeluk sebuah foto dia
bersama Delon semasa kelas 2 dulu. Dia amat merindukan senyuman manis Delon
yang bisa membuatnya tenang, tapi dia tak bisa membayangkan betapa sedihnya
Delon bila mengetahui keadaannya sekarang ini.
Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka,
tanpa dia kira dan duga, orang yang masuk itu adalah Angel dan Rio. Akhirnya
terbuka juga rahasianya yang selama ini dia selalu sembunyi-sembunyikan dari
semua orang.
"Vio?" ucap Angel seraya
berlari dan memeluk erat temannya ini. "Kenapa kamu gak ngasih tau kalau
kamu selama ini sakit?" tanya Angel dalam pelukkan Vio sambil meneteskan
airmata.
"Maafin aku ya, Gel! Aku gak
mau ngelihat kalian sedih." jawab Vio yang ikut meneteskan lagi
airmatanya.
Angel melepaskan pelukkannya dan
menatap wajah Vio dalam-dalam, "Aku tahu kamu orang yang kuat. Aku yakin
kamu bisa sembuh lagi. Kita bisa bercanda bareng-bareng, makan baso di kantin,
kita juga bisa jalan-jalan lagi kaya dulu." kata Angel menyemangati Vio.
Vio menggelengkan kepalanya,
"Enggak, Gel! Aku udah gak bisa sembuh.. Kita gak akan bisa ngelakuin itu
bareng-bareng lagi."
"Kamu harus optimis!"
suport Angel walau airmatanya masih mengalir dipipinya.
"Enggak, Gel! Maafin aku,
ya?" ucap Vio seraya memeluk Angel.
Rio hanya mampu terdiam dan
menyaksikan kedua gadis yang sedang menangis ini. Setelah suasana menenang, Vio
mulai menceritakan tentang penyakitnya. Vio hanya berpesan pada Rio dan Angel
untuk tidak menceritakan penyakitnya pada siapaptn terutama Delon. Vio tak
mampu melihat kesedihan Delon bila mengetahui keadaannya yang sebenarnya.
Akhirnya Rio dan Angel berjanji untuk menyanggupi permintaan Vio. Sebelum
mereka pergi, Vio menitipkan sebuah surat untuk Delon. Namun dia berpesan agar
surat itu diberikan apabila dia sudah meninggal.
"Gua janji akan ngejaga rahasia
ini. Dan Delon gak akan tau, loe tenang ajah!" kata Rio berusaha tegar.
Vio tersenyum lega, karena sebelum
kepergiannya dia bisa memiliki orang-orang yang amat menyayanginya.
Rio dan Angel pun berpamitan untuk
pulang. Tak lama setelah mereka berdua keluar, malaikat penyabut nyawa datang
menjemput Vio.
***
Dear Delon,
Maaf bila aku gak bisa bicara langsung sama kamu. Tapi aku harap kamu bisa mengerti akan keadaanku. Hari ini aku pergi ke Paris bersama seluruh keluargaku. Aku akan melanjutkan sekolah disana sampai kuliah nanti. Maaf aku gak pernah bilang sama kamu sebelumnya, bahwa aku telah dijodohkan dengan anak teman kerja papaku di Paris. Aku tak mungkin bisa menolak, karena papa berhutang budi pada keluarganya. Aku harap kamu mengerti kenyataan ini, lupakan aku. Kita memang tidak ditakdirkan untuk berjodoh. Maka aku harap, cepat-cepatlah mencari penggantiku. Aku yakin diluar sana masih banyak wanita yang bisa membahagiakanmu.
Maafkan aku bila selama ini selalu memberatkanmu, selalu mengharapkan sesuatu yang lebih dari kamu. Tapi tulus cintamu yang membuat aku masih bisa menulis surat untuk kamu ini. Aku mohon, lupakanlah aku Delon.
Maaf bila aku gak bisa bicara langsung sama kamu. Tapi aku harap kamu bisa mengerti akan keadaanku. Hari ini aku pergi ke Paris bersama seluruh keluargaku. Aku akan melanjutkan sekolah disana sampai kuliah nanti. Maaf aku gak pernah bilang sama kamu sebelumnya, bahwa aku telah dijodohkan dengan anak teman kerja papaku di Paris. Aku tak mungkin bisa menolak, karena papa berhutang budi pada keluarganya. Aku harap kamu mengerti kenyataan ini, lupakan aku. Kita memang tidak ditakdirkan untuk berjodoh. Maka aku harap, cepat-cepatlah mencari penggantiku. Aku yakin diluar sana masih banyak wanita yang bisa membahagiakanmu.
Maafkan aku bila selama ini selalu memberatkanmu, selalu mengharapkan sesuatu yang lebih dari kamu. Tapi tulus cintamu yang membuat aku masih bisa menulis surat untuk kamu ini. Aku mohon, lupakanlah aku Delon.
Salam perpisahan,
Vio
***
Delon menteskan lagi airmatanya
ketika membaca surat terakhir dari Vio. Perasaannya kacau, fikirannya melayang,
semangat hidupnya hilang setelah membaca surat dari orang yang selalu
menyemangatinya dan memberikan senyuman untuknya harus pergi dengan cara
seperti ini.
"Darimana loe berdua dapat
surat ini?" tanya Delon dengan nada emosi.
"Tadi pagi sewaktu gua mau
berangkat, supir Vio yang ngasih itu ke rumah gua." jelas Rio gemetaran.
"Kenapa surat ini gak langsung
dikasihin ke gua? Kenapa harus lewat loe? Dan kenapa loe gak langsung telfon
gua, Ri?" tanya Delon yang emosi sambil menatap mata Rio tajam.
"Gua gak tau kenapa Vio
ngasihnya lewat gua. Dan gua juga gak tau apa isi surat itu." jawab Rio.
"Asalkan loe tau apa isi surat
ini? Vio pergi ke Paris dan gak akan pernah balik lagi! Dia akan dijodohkan
orangtuanya disana! Loe bayangin perasaan gua kan, Ri?"
Angel meneteskan airmatanya, karena
dia tak tahu bahwa alasan yang diberikan Vio untuk Delon adalah itu.
"Stop, Del! Rio sama gua gak tau apa-apa soal ini. Kita juga sama kagetnya
kaya loe! Jadi please, jangan nyalahin Rio lagi." sentak Angel pada Delon,
dan lalu menarik tangan Rio untuk pergi.
Melihat kedua temannya ikut pergi
meninggalkannya, perasaan Delon semakin kacau. "Vio!!" teriak Delon
sekencang mungkin.
***
"Yeay!!" sorak semua
mahasiswa yang sudah menjadi sarjana. Diantara sarjana-sarjana itu di dalamnya
ada Delon, Rio dan Angel. Mereka sudah lulus S1 dan menjadi sarjana.
"Delon! Ayo kita foto bersama
dulu!" seru Angel pada Delon yang sedang asik dengan selembar kertas yang
tengah dipegangnya.
"Ok!" balasnya seraya
berlari mendekati kedua temannya.
"Satu, dua.. Ti..ga!
Cekrit.."
"Gak terasa ya kita udah lulus
ajah? Perasaan baru ajah kemarin kita ketemu di SMA.” Ucap Rio sambil melihat
hasil fotonya.
“Iya, ya.. andai ajah masih ada Vio
di dekat kita. Pasti kita bias ngumpul berempat lagi kaya dulu.” Balas Delon
yang membuat Rio dan Angel saling memandang satu sama lain. “Oh, ya! Kalian harus
tau satu hal. Bulan depan, gua bakalan pergi ke Paris! Gua bakalan cari Vio
disana, ya walau hanya sebatas teman ajah. Abisanya gua kangen banget sih sama
dia. Dan gua juga udah niat dan dari lulus SMA buat nabung biar bias cari dia
ke Paris. Keren, kan?” lanjutnya yang lantas membuat kedua temannya tercengah.
“Itu gak mungkin, Del! Loe gak
bakalan mungkin ketemu Vio lagi, karena dia udah..” cetus Angel yang lpa dan
terpotong karena kakinya diinjak Rio.
“Apaan sih kamu?” Tanya Rio dengan
suara pelan.
“Entar dulu.. maksud loe apa,Ngel?”
selidik Delon yang mulai curiga.
“Ya.. loe tau sendirikan kalau Paris
itu luas? Lagian juga siapa tau kalau Vio udah pindah. Iya, kan?” jawab Rio
menutup-nutupi agar Delon tak semakin curiga.
“Udahlah, Ri! Udah waktunya Delon
tau semuanya.” Sanggah Angel.
“Sebenarnya ada apaam sih?” Tanya Delon
yang semakin kebingungan.
“Okey..” kata Rio yang akhitnya setuju.
“Del, sebenarnya.. Dulu Vio itu gak
ke Paris atau pergi kemana pun. Tapi Vio meninggal, karena Leukimia yang iya
idap semenjak SMA. Sebelum dia pergi, dia cuma pesan seupaya kita berdua supaya
gak ngasih tau loe. Dia gak mau lihat loe sedih karena dia. Tapi gua rasa ini
udah saatnya loe tau, kalau Vio tutus saying sama loe.” Jelas Angel yang
langsusng membuat Delon terpaku dan meneteskan airmatanya. Fikirannya melayang,
perasaannya berantakkan, semua perasaannya kacau-balau.
“Maafin kita ya, Del?” ucap Angel.
Delon menarik nafas sejenak agar
fikirannya kembali tenang. “Lalu diamana Vio dikuburkan?” Tanyanya yang masih
terus meneteskan airmata.
“Kita pasti ngasih tau tempatnya. Tapi
loe yang kuat ya ngehadapin kenyataan ini?” bujuk Rio.
***
Delon menangis sambil memeluk
batunisan Vio. Sejenak dia mengingat masa-masa indahnya bersama yang dicinta,
sungguh menyakitkan baginya harus kehilangan kekasihnya untuk selamanya. “Malam
itu memang indah bagi kita.. maaf bila selama hubungan kita aku baru bisa ngajak
kamu nonton sekali. Aku sungguh menyesal tak bisa membahagiakanmu disisi
umurmu. Takkan ku lupa malam itu Vio. Malam terakhir kita, sungguh malam yang
indah.” Ungkap Delon sambil menatap langit, karena dia yakin bahwa Vio tengah
melihatnya sambil tersenyum manis.
T.A.M.AT
0 komentar:
Posting Komentar