Jumat, 16 November 2012

Pelajaran Terindah

Sebelumnya loe semua harus tau kalo yang buat cerita-cerita disini asli tulisan gue.. jadi yang mau copas, tolong disebutin ya nama blognya..
ok Gan.. Kita mulai ajah..

v
v
v


Seorang gadis remaja sedang duduk di samping sebuah makam sambil meneteskan airmata. Dia adalah Bilqis, dan makam itu adalah makam mamanya. Wajah Bilqis sangatlah sedih bercampur sesal. Yap! Penyesalan yang amat dalam bagi Bilqis tentang kepergian ibunya.

Flash back
3 tahun yang lalu

@telephone
"Halo? Mama!" seru Bilqis.
"Iya, Qis." jawab seorang wanita dengan penuh kelembutan, yang bukan lain adalah mamanya.
"Mama lagi dimana? Acara udah mau mulai. Aku gak mau 'Sweet Seventeen' aku mama gak hadir, lho!"
"Iya, sebentar lagi mama sampai kok. Kamu yang sabar ya! Tadi mama ada metting mendadak dulu sebentar, jadi agak telat deh pulangnya. Maafin mama ya?" jelas mama Bilqis yang sedang mengendarai mobilnya sendirian.
"Ya udah cepetan ya, Ma!" pinta Bilqis dengan nada kesal dan memutuskan telphone nya.

"Huh.. Bilqis, Bilqis!" seru bu Ajeng sambil terfokus pada handphonenya. Dan tanpa dia sadari di depan mobilnya sedang melaju sebuah truk berkecepatan tinggi.
"Tinnn!" suara klakson truk yang membuat bu Ajeng terkejut. Sontak bu Ajeng langsung membanting setirnya ke arah kiri dan menabrak sebuah pohon besar. Bagian mobil bu Ajeng rusak parah. Dan bu Ajeng meninggal ditempat kejadian karena terjepit body mobil.

Di rumah, Bilqis yang sedang menanti kedatangan mamanya merasakan suatu firasat. Hatinya tak tenang dan kini resah gelisah menghampirinya.
"Aduhh... Kenapa perasaan gue gak enak gini ya? Semoga gak terjadi apa-apa sama mama Ya Tuhan." kata Bilqis di dalam hati dengan raut wajah gelisah.

Skip

Sudah hampir 2 jam Bilqis menunggu mamanya, bahkan sudah banyak tamu undangan yang memutuskan untuk pulang. Hanya tinggal Sarah, Nuroh, Gerry dan Rendi yang setia menemani Bilqis.
"Tet..tet..tet.." bunyi bel pintu rumah Bilqis.
"Itu pasti mama!" seru Bilqis dengan semangatnya. Lalu berlari menuju pintu depan. Teman-teman Bilqis langsung mengikutinya.
Bilqis membukakan pintunya, namun sayang tak ada sosok mamanya disana. Yang ada hanya 2 orang polisi berseragam yang berdiri gagah.
"Selamat sore!" sapa seorang dari polisi itu.
"Sore! Bapak cari siapa ya?" tanya Bilqis dengan gugup.
"Apa benar ini rumah nyonya Ajeng Fidya Chinttya?"
Sontak Bilqis terkejut ketika mendengar nama mamanya disebut oleh polisi ini. Jantungnya langsung berdetak 3x lebih kencang.
"Iya, benar!" jawab Bilqis.
"Anda siapa ya?" tanya polisi itu lagi.
"Saya anaknya. Mama saya kenapa ya, pak?" tanya Bilqis.
"Hmm... Begini. Mobil milik ibu anda telah mengalami sebuah kecelakaan di Jl.Anggrek II. Dan menabrak sebuah pohon. Dan, ibu anda meninggal ditempat kejadian." ujar polisi yang satunya dengan nada tak tega.
Sarah, Nuroh, Gerry dan Rendi sangat kaget ketika mendengar penjelasan polisi itu. Terutama Bilqis yang langsung meneteskan airmatanya. Dia mencoba untuk tetap tegar, meski itu mustahil.

Flash Next

3 tahun kemudian

Hari ini tepat 3 tahun kenangan itu terjadi. Namun Bilqis masih tenggelam dalam penyesalannya, bahkan merubah segala sifat dia yang dulu. Kejadian itu selalu teringat dalam ingatan Bilqis. Penyesalan itu kini tak berguna, karena mamanya takkan mungkin hidup kembali.

"Ehm... Disini loe ternyata?" tanya seorang lelaki bernama Andi. Dia adalah teman satu kelas Bilqis di kampus.
"Ngapain loe disni?" Bilqis balik bertanya dengan sinis.
"Kok malah balik nanya sih? Bukannya loe mau nyiapin pesta ulang tahun loe sama temen-temen loe ya?" tanya Andi lagi, sambil berjongkok dekat Bilqis.
"Gue gak suka ulang tahun!"
"Why? Bukannya itu seru ya? Harusnya loe bersyukur masih bisa bernafas sampai detik ini. Lagian kasian juga kan temen-temen loe yang udah susah payah nyiapin pesta buat loe." ujar Andi yang heran. "Loe nangis? Emang cewe galak kaya loe bisa nangis ya?" gurau Andi ketika melihat mata Bilqis yang berkaca-kaca.
"Ngapain sih loe gangguin gue!" sentak Bilqis yang membuat Andi sempat terkejut. "Gue mau nangis, mau ketawa, atau mau guling-guling di atas terigu kan juga bukan urusan loe!"
"Aneh yah loe? Tadi nangis, sekarang marah-marah. Besok apaan?" gurau Andi ketika melihat mata Bilqis yang berkaca-kaca.
"Ihhh...nyebelin banget sih loe! Gak di kampus atau dimana pun, loe itu tetep cowo yang nyebelin! Nyokap loe ngajarin loe gak sih?" sentak Bilqis yang emosi, sambil mendorong Andi hingga jatuh. "Upss... Sorry, Di!"
"Loe boleh benci gue! Loe boleh ngehina gue sepuas hati loe! Tapi satu hal, jangan pernah loe ngehina nyokap gue! Terutama di depan dia!" sentak Andi yang mulai terpancing emosi. Namun dia segera sadar dan mengatur kembali emosinya.
"Dia? Dia siapa, Andi? Disini gak ada siapa-siapa, cuma ada loe sama gue. Loe ngigo ya?" Tanya Bilqis yang Heran.
Andi memalingkan wajahnya pada suatu makam yang tak jauh dari makam bu Ajeng.
"Itu makam nyokap gue." jelas Andi dengan suara lirih.
"Emm... Sorry ya, Di! Gue gak bermaksud..." kata Bilqis yang belum selesai karena dipotong Andi.
"Udahlah gak papa!" ujar Andi tersenyum. "Itu makam nyokap loe kan?" menatap makam bu Ajeng.
"Iya!" Bilqis mengangguk.
"Emm.." gumam Andi sambil berdiri dan mendekati batu nisan bu Ajeng. "Loe beruntung!"
"Maksud loe?"
"Ya loe beruntung! Nyokap loe meninggal 4 tahun yang lalu. Setidaknya loe sempet ketemu sama dia, bahkan diurus sampai umur loe 17 tahun. Beda sama gue, bokap gue meninggal sewaktu kandungan nyokap gue berumur 7 bulan. Dan bokap gue meninggal sewaktu dia ngelahirin gue. Sedangkan loe, loe beruntung. Bokap loe meninggal sewaktu loe SMP, dan nyokap loe baru 4 tahun yang lalu meninggalnya. Harusnya loe bersyukur pernah ngerasain kasih sayang orang tua." kata Andi yang membuat Bilqis perlahan-lahan meneteskan airmata. "Huft... Belum lagi loe masih punya kakak, om, tante dan keluarga yang sayang banget sama loe. Jadi sebaiknya loe gak boleh nyesel terus-terusan gini. Kasian juga kan nyokap loe, dia pasti gak tenang kalo liat loe masih terpuruk dalam penyesan. Ini udah takdir, Qis!" sambung Andi yang berhasil menyadarkan Bilqis.
"Iya, Di! Semua yang loe bilang itu bener. Gue terlalu tenggelam dalam bayangan masa lalu. Padahal masih banyak orang di luar sana yang gak seberuntung gue, termasuk loe!" ujar Bilqis sambil menghapus airmatanya. Andi hanya tersenyum tipis. "Oh ya ngomong-ngomong loe tau darimana tentang bokap gue?"
"Dari..dari.." Andi berfikir sejenak. "Dari siapa pun itu gak penting kok buat loe. Emm... Ya udah gue mau bantuin Rendi dulu ya buat nyiapin pesta ultah loe!" seru Andi sambil berdiri dan melangkah pergi.
"Andi tunggu!" seru Bilqis yang membuat Andi menghentikan langkahnya. "Gue ikut ya sama loe!" sambung Bilqis sambil berlari mengejar Andi dengan tersenyum.

Skip

Semenjak hari itu Bilqis berubah menjadi Bilqis yang dulu lagi. Bilqis yang ceria, perhatian dan hangat. Walau masih sering berantem sama Andi, tapi mereka jadi semakin akrab. Sampai ketika...
"Andi kemana ya? Tumben hari ini belum nongol? Biasanya paling demen gangguin gue!" kata Bilqis dalam hati sambil tengok kanan-kiri.
"Woy!!" seru Nuroh dan Sarah mengagetkan sahabatnya.
"Kalian!" seru Bilqis kesal.
"Lagi nungguin Andi, ya?" tanya Nuroh.
"Emang kalian lihat Andi?" tanya Bilqis yang penuh penasaran.
"Tuh kan! Cie Bilqis kangen sama Andi." goda Sarah.
"Ih.. Apaan sih kalian!" kata Bilqis yang tersipu malu.
Tiba-tiba datang Rendi dan Gerry yang berlarian.
"Bilqis! Ada kabar penting buat loe!" seru Rendi yang ngos-ngosan.
"Andi, Qis! Dia hari ini pergi ke Amrik buat ngelanjutin beasiswanya. Ini dia nitip surat buat loe dari Andi." sambung Rendi sambil memberikan secarik kertas pada bilqis.
Sambil menghela nafas panjang Bilqis membuka surat tersebut.

'Qis, maaf ya gue gak sempet ngasih tau loe kalo gue bakalan ke Amrik hari ini. Gue juga minta maaf gak sempet pamitan langsung sama loe. Gue kuliah di Amrik karena dapet beasiswa. Pokoknya panjangggggggggggg banget ceritanya, lain kali kalo kita ketemu lagi gue pasti bakal cerita banyak hal sama loe. Ya udah, gue berangkat dulu ya? Loe baik-baik disini, gue janji bakal balik lagi buat loe. Bye Miss Galak '

"Ehm... Cie! So sweet banget sih suratnya.." ledek Sarah.
"Gak ahh biasa ajah!" jawab Bilqis sambil melipat kembali suratnya dengan wajah kesal.
"Loh kok gitu sih, Qis? Jangan-jangan loe nyesel lagi karena kehilangan orang yang loe sayang? Berarti nanti loe jutek lagi dong?" tanya Nuroh dengan polosnya.
"Yah.. Gak ada yang nemenin kita main PS lagi dong, Ren?" tanya Gerry pada Rendi.
"Iya nih, loe jangan berubah dong! Ah gak asik tau." sambung Rendi.
"Idih? Kalian pada kenpa sih? Gue ya Bilqis yang sekarang, gak bakalan berubah jadi Superman!" Bilqis bergurau. "Udah yuk! Mending kita ke kantin. Gue udah laper nih!" sambung Bilqis sambil memegang perutnya.
"Lets go!" jawab semua serempak.
Dan mereka pun berjalan menuju kantin.
"Satu lagi pelajaran yang baru ajah loe kasih ke gue, Di! 'Setiap pertemuan akan berakhir dengan perpisahan'." kata Bilqis dalam hati sambil tersenyum bersama keempat sahabatnya.

The end ~^

Gimana Readrs??
Seru gak??
Komen ya..
Read More ->>

Malam Terakhir

Assalamualaikum readers??

admin hadir dengan cerita baru.. baca ya??


Tetesan hujan dan hembusan angin menemani keheningan Delon dan Vio yang tengah berteduh di sebuah halte bus kota yang sepi. Entah mereka larut dengan fikirannya masing-masing, atau mereka sedang merangkai kata-kata untuk memulai pembicaraan. Sedari tadi mereka hanya membicarakan pembicaraan yang garing, sehingga selalu diakhiri kata 'oh' dari salah satu mulut mereka.
Delon masih berdiri bersandar pada tiang penyangga sambil menahan dingin di tubuhnya, karena jaket dan seragam sekolahnya tak mampu membendung dinginnya hembusan angin. Dan Vio hanya duduk sambil terfokus pada handphonenya yang sebenarnya telah mati karena lowbath sejak sejam yang lalu. Di hadapan mereka terpakir sebuah motor butut keluaran tahun 90'an yang ditutupi sebuah jas hujan khusus motor dengan beberapa sisi yang sudah robek. Motor itu adalah milik Delon saat dia masuk SMA, motor itu adalah pemberian terakhir ayahnya sebelum beliau meninggal dunia. Maka dari itu, Delon tak pernah malu ataupun berniat menjual motor yang terbilang sudah tak layak pakai itu.
Kedua pelajar SMA ini adalah sepasang kekasih yang berlatar belakang yang sangat berbeda. Delon adalah anak seorang janda beranak 2 yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah teman dekat Delon. Walau hanya berupahkan 500ribu/bulan, namun keluarga Rio (teman dekat Delon) selalu membantu setiap kebutuhan sekolah Delon dan adiknya. Sedangkan Vio adalah anak tunggal sebuah keluarga pemilik perusahaan ternama di Jakarta. Semua fasilitas yang Vio inginkan bisa terpenuhi tanpa harus berusaha payah, termasuk bersekolah di SMA berstandar internasional yang sudah terkenal di seluruh Indonesia. Berbeda sangat dengan Delon yang harus melalui proses yang berbelit-belit untuk mendapatkan beasiswa agar bisa masuk ke SMA itu.
***
Sudah hampir 2 jam mereka menunggu hujan agar redah, namun semakin lama mereka menunggu semakin kencang pula hembusan angin dan hujan yang membuat suasana semakin dingin. Delon sudah menyuruh Vio pulang duluan menggunakan taxi, namun Vio lebih memilih menunggu bersama Delon dengan keadaan seragam yang hampir basah semua saat di jalan tadi. Di dalam hati Delon sangat ingin duduk mendekati Vio dan memberikan pelukkan untuk Vio agar dia tak merasa kedinginan lagi, tapi Delon bukanlah tipe orang yang berani dalam soal menunjukkan perasaannya.
Delon menarik nafasnya dalam-dalam sebelum melangkah mendekati Vio yang semakin lama bisa semakin kedinginan dan membeku disana. Dia dekati Vio, dan duduk disampingnya dengan perasaan tenang. Dilepaskan jaketnya yang sedari tadi melekat di tubuhnya dan memakaikannya kepada tubuh Vio yang sudah mulai menggigil. Vio hanya tersenyum tipis atas perilaku Delon yang menurutnya cukup perhatian.
"Maaf ya, gara-gara aku kamu jadi ikut-ikutan kehujanan?" ucap Delon dengan raut wajah menyesal.
"Gak papa kok, Del! Aku juga tadi kelamaan keluar dari kelasnya, jadi kita kesorean deh pulangnya." jawab Vio dengan paras wajah menyemangati Delon.
Melihat senyuman tipis di wajah Vio, Delon ikut tersenyum dan menatap langit yang sudah mulai memancarkan setitik cahaya, lalu diiringi hembusan angin dan tetesan hujan yang mulai meredah. Tak lama kemudian langit berhenti meneteskan air matanya setelah 2 jam lamanya menangis. Delon dan Vio memutuskan segera pulang sebelum matahari tenggelam ditelan kegelapan malam.
***
Vio dan Angel tengah asik menikmati semangkuk baso di kantin. Ketika istirahat, memang inilah makanan favorit mereka berdua. Apalagi bila bersama Delon dan Rio, pasti mereka berempat mengadakan lomba makan baso tercepat.
"Besok malam kamu mau jalan bareng Rio, Gel?" tanya Vio dengan mulut yang masih mengunyah sebuah baso.
"Tadi pagi sih Rio ngajakin, kayanya dia mau ngajak aku nonton film Perahu Kertas di Bioskop, deh! Soalnya dari kemarin dia ngomongin film itu terus. Biasalah, pecinta film romantis." jawab Angel yang dibalas anggukkan kepala dari Vio. "Emang Delon gak mau ngajak kamu jalan? Bukannya besok hari jadian kalian, ya?" lanjut Angel seraya memasukkan sesendok baso ke mulutnya.
"Em.. Semoga iya." ucap Vio dengan wajah penuh harapan. "Apa Delon masih ingat sama hari jadian kita?" tanya Vio dalam hati seraya melamun.
"Woy! Gak ngajak-ngajak kalian." seru Rio yang baru saja datang bersama Delon.
Vio tersadar dari lamunannya karena suara Rio yang mengejutkannya. Dilihatnya sosok Delon yang tersenyum penuh dengan ketulusan padanya. Damai rasanya hati Vio setiap melihat senyuman di wajah Delon.
"Emangnya biasanya kita juga ada disini, kan? Ada juga kalian berdua kemana ajah?" cetus Angel dengan kalemnya.
"Ke Perpus dulu, dong! Kita kan anak rajin. Iya gak, Del?" balas Rio dengan PD-nya.
"Rajin? Bukannya tadi kita ke Perpus gara-gara buku tugas loe ketinggalan, ya? Jadi gua nemenin loe deh selama jam pelajaran di Perpus." ucap Delon dengan polosnya yang membuat wajah Rio menjadi merah karena malu pada Vio dan Angel.
Vio menahan tawa melihat raut wajah Rio yang malu setengah mati karena rahasianya terbongkar.
"Oh, jadi itu yang kamu sebut rajin? Pinter banget sih pacar aku... Pinter ngebohongnya!" ketus Angel dengan raut wajah kesal.
"Udah ah! Loe sih, Del! Jadi malu kan gua!" omel Rio pada Delon.
"Eh, justru Delon itu jujur! Orang jujur kok diomelin, sih?" bela Angel.
"Maaf ya Angel sayang..? Tadi bukan gitu maksud aku." rayu Rio pada Angel.
Delon dan Vio hanya tersenyum menahan tawa melihat Rio dan Angel yang sedang bertengkar.
"Ya udah sana makan dulu! Tapi awas ya kalau besok-besok kamu bohong lagi." kata Angel dengan raut wajah so' jutek.
"Iya, iya aku janji! Tapi kamu senyum dulu, dong!" bujuk Rio sambil tersenyum pada Angel, namun Angel malah semakin cemberut dan kesal padanya. "Ayo dong.. Really.. Senyum.. Really.. Senyum.." canda Rio yang akhirnya berhasil membuat Angel tersenyum.
"Apaan, sih? Lebay tau!" ucap Angel diiringi senyuman.
"Nah gitu dong! Ya udah, yuk, Del! Kita pesan baso!" ajak Rio yang lalu diiyakan Delon. Dan mereka berdua pun pergi.
Angel melanjutkan huapannya dengan lahap. Vio sedari tadi hanya terdiam melihat kemesraan antara Rio dan Angel. Terkadang tersirat dalam hatinya rasa iri pada Angel memiliki pacar secekat Rio. Rio selalu merespon langsung setiap apapun yang terjadi pada Angel. Berbeda dengan Delon yang terkadang tak berani untuk mendekati Vio, karena malu bila orang lain menilai hubungan mereka yang bagaikan langit dan bumi.
Vio kembali memakan basonya. Tiba-tiba setetes darah segar jatuh ke dalam mangkuk basonya dan membuat kuah dimangkuknya berubah warna. Kemudia setetes lagi, yang membuat Vio sadar darah itu berasal dari hidungnya. Dia langsung menutup hidungnya agar tak ada yang melihat darah segar yang mengalir itu.
"Aku ke kamar mandi dulu, ya?" ucap Vio pada Angel dan langsung aerlari menuju kamar mandi.
Sedangkan Angel yang sedari tadi tak sadar dengan apa yang terjadi pada Vio hanya mengangguk kebingungan.
"Vio kemana?" tanya Delon yang baru saja datang bersama Rio dengan semangkuk baso ditangannya. Lalu dia duduk di samping Angel, sedangkan Rio duduk di samping mangkuk baso Angel.
"Katanya mau ke kamar mandi. Kayanya dia kebelet deh! Soalnya buru-buru banget." jawab Angel yang dibalas anggukkan Delon.
"Palingan dia sakit perut karena kebanyakkan makan saus." kata Rio sambil mengambil botol saus, tapi tanpa disengaja tangannya menyenggol mangkuk baso Vio hingga terjatuh dan pecah.
"Rio! Kamu ceroboh banget, sih!" omel Angel.
"Ma..af! Gak sengaja, kesenggol, deh!" ucap Rio penuh rasa bersalah.
"Udah gak papa, Gel! Kayanya gak bakalan dimakan lagi kok sama Vio. Mendingan loe suruh Pak Arif ngebersihin bekasnya, Ri!" tegas Delon yang lalu diiyakan oleh kedua temannya.
***
Keesokkan malamnya, Vio sedang duduk sendiri di teras kamarnya sambil menatap langit. Dalam hatinya dia merasa sangatlah sedih, karena Delon sama sekali tak mengingat apa hari ini. Padahal dia sangat berharap agar Delon akan mengajaknya pergi walau hanya untuk makan sepiring nasi kucing dipinggiran jalan.
"Langit! Andai saja malam ini ada bintang jatuh, aku berharap agar malam ini Delon menelfonku walau hanya untuk mengucapkan bahwa hari ini adalah hari jadi kami yang ke 2 tahun. Aku rasa itu saja sudai cukup." ucap Vio sambil menatap langit dengan penuh harapan.
Tiba-tiba sebuah cahaya jatuh dari langit. Sebuah bintang jatuh terlihat jelas oleh mata Vio. Dia tesenyum manis melihat pemandangan yang jarang sekali ditemukannya. Lalu tiba-tiba handphonenya berdering tanda sebuah pesan masuk ke handphonenya. Diraih handphone yang berada di sampingnya, dan dilihat siapa yang mengirim pesan untuknya.
"Delon?!" ucapnya terkejut ketika membaca isi pesan tersebut. Dia langsung berdiri dan melihat ke arah gerbang rumah. Terlihat seorang pemuda tengah menunggunya dengan sebuah motor butut namun unik baginya.
Delon menoleh ke arahnya dengan senyuman manis yang selalu membayangi dimimpi Vio.
"Tunggu sebentar, ya!" teriak Vio yang semangat dan langsung masuk ke dalam kamarnya untuk mengganti baju agar terlihat cantik di depan kekasihnya.
***
Wajah Vio terlihat berseri-seri ketika pergi bersama Delon menggunakan motor antik Delon, hembusan angin malam serasa menyempurnakan bunga-bunga cinta yang tengah mekar diantara mereka berdua.
Delon menghentikan motornya di sebuah parkiran Bioskop. Vio hanya terdiam dengan wajah bingung. Ketika Delon akan menggandeng tangan Vio untuk masuk ke dalam, Vio menahannya.
"Kita mau ngapain?" tanya Vio bingung.
"Kamu lihat dong ing gedung apaan? Kita mau nonton film dong, Vio." jelas Delon.
"Nonton?"
"Iya! Masa kita mau makan baso, sih?"
"Tumben. Biasanya kamu gak ngajak aku buat nonton. Kita makan nasi kucing ajah deh, yuk?"
"Emang ada yang salah, ya? Ini kan hari yang spesial buat kita. Masa kita mau makan nasi kucing terus?"
"Jadi, kamu ingat ini hari apa?" tanya Vio yang dibalas senyuman oleh Delon.
"Vio, mana mungkin aku lupa? Kita udah ngejalanin hubungan ini selama 2 tahun, itu bukan umur yang muda untuk cinta pertama. Maaf kalau selama ini aku hanya bisa ngajak kamu jalan seminggu sekali, itu juga bukan jalan-jalan ke mall, salon, atau nonton kaya pasangan pada umumnya. Makanya hari ini, untuk pertama kalinya aku ngajak kamu nonton film di Bioskop. Katanya sih malam ini filmnya bagus, tapi ya kalau kamu gak mau juga gak papa, kok!" jelas Delon sambil menatap mata Vio dalam-dalam.
Vio tersenyum lega, "Ayo kita masuk! Bentar lagi filmnya mau dimulai." ucap Vio seraya menuntun Delon masuk ke dalam.
***
Selesai menonton film, Delon mengantarkan Vio pulang sampai rumahnya. Wajah mereka terlihat sangat bahagia malam ini. Vio puas telah bisa menangis di pundak Delon ketika di Bioskop tadi. Dan Delon menghapus airmata Vio menggunakan sapu tangannya. Rasanya malam ini takkan terlupakan oleh mereka berdua.
"Makasih, ya! Hati-hati di jalan!" ucap Vio sebelum melangkah masuk ke dalam rumahnya.
"Vio!" panggil Delon yang menghentikan langkah Vio.
"Iya, Del?"
"I love you!"
"Love you too!" balas Vio penuh senyum dan melanjutkan langkahnya.
Setelah melihat Vio masuk ke dalam rumahnya, Delon melajukan motornya pergi.
Vio yang baru saja menutup pintu rumahnya, tiba-tiba merasa pusing tak tertahankan di kepalanya. Dan dari hidungnya keluar darah segarg. Vio terjatuh dan pingsan. Pembantunya yang terkejut melihat keadaan Vio langsung membangunkan kedua orangtua Vio dan segera membawanya ke Rumah Sakit.
***
1 minggu berlalu, namun tak ada satu pun kabar dari Vio untuk Delon atau pun Angel dan Rio. Delon hampir putus asa. Berkali-kali dia mencari ke rumah Vio, namun tak pernah dia melihat sosok kekasih yang dicarinya. Angel dan Rio ikut berusaha membantu Delon untuk mencari tahu keberadaan Vio.
Sampai ketika Rio dan Angel baru saja pergi menengok temannya yang sakit di sebuah Rumah Sakit. Ketika Rio dan Angel ajan keluar dari Rumah Sakit, mereka melihat Vio yang tengah duduk disebuah kursi roda bersama kedua orangtuanya. Rio dan Angel yang terkejut langsung mengikuti kemana Vio dibawa. Sesampai di sebuah ruang rawat, Rio dan Angel menghentikan langkahnya, dan mendengar pembicaraan kedua orangtua Vio yang diiringi suara tangisan.
"Lalu bagaimana, Pa? Umur Vio takkan lama lagi." ucap mama Vio dengan isak tangis. Rio dan Angel semakin penasaran dan tegang.
"Dokter sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi, Ma. Mungkin ini sudah takdir Vio untuk terkena Leukimia." ucap papa Vio yang langsung membuat mata Rio dan Angel terbalak-balak. Bahkan tangisan Angel pecah ketika mendengar penyakit apa yang membuat temannya tak masuk sekolah seminggu ini.
Rio berusaha menenangkan Angel, dan membawanya pergi keluar Rumah Sakit untuk menjernihkan fikiran. Di Taman Rumah Sakit, tangis Angel jatuh tak tertahankan. Rio hanya mampu menenangkan perasaan Angel walau Rio pun sama kagetnya dengan Angel.
Setelah suasana menjadi tenang, Rio dan Angel memutuskan untuk mendatangi Vio. Agar tak terjadi kesalahpahaman diantara mereka.
Ruangan tempat Vio dirawat sudah sepi, orangtua Vio sudah tak ada disana. Rio mengintip ke dalam lewat kaca yang berada di pintu. Sekali lagi dengan jelas terlihat gadis yang tengah berbaring itu adalah Vio, teman baiknya. Vio menangis sambil memeluk sebuah foto dia bersama Delon semasa kelas 2 dulu. Dia amat merindukan senyuman manis Delon yang bisa membuatnya tenang, tapi dia tak bisa membayangkan betapa sedihnya Delon bila mengetahui keadaannya sekarang ini.
Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, tanpa dia kira dan duga, orang yang masuk itu adalah Angel dan Rio. Akhirnya terbuka juga rahasianya yang selama ini dia selalu sembunyi-sembunyikan dari semua orang.
"Vio?" ucap Angel seraya berlari dan memeluk erat temannya ini. "Kenapa kamu gak ngasih tau kalau kamu selama ini sakit?" tanya Angel dalam pelukkan Vio sambil meneteskan airmata.
"Maafin aku ya, Gel! Aku gak mau ngelihat kalian sedih." jawab Vio yang ikut meneteskan lagi airmatanya.
Angel melepaskan pelukkannya dan menatap wajah Vio dalam-dalam, "Aku tahu kamu orang yang kuat. Aku yakin kamu bisa sembuh lagi. Kita bisa bercanda bareng-bareng, makan baso di kantin, kita juga bisa jalan-jalan lagi kaya dulu." kata Angel menyemangati Vio.
Vio menggelengkan kepalanya, "Enggak, Gel! Aku udah gak bisa sembuh.. Kita gak akan bisa ngelakuin itu bareng-bareng lagi."
"Kamu harus optimis!" suport Angel walau airmatanya masih mengalir dipipinya.
"Enggak, Gel! Maafin aku, ya?" ucap Vio seraya memeluk Angel.
Rio hanya mampu terdiam dan menyaksikan kedua gadis yang sedang menangis ini. Setelah suasana menenang, Vio mulai menceritakan tentang penyakitnya. Vio hanya berpesan pada Rio dan Angel untuk tidak menceritakan penyakitnya pada siapaptn terutama Delon. Vio tak mampu melihat kesedihan Delon bila mengetahui keadaannya yang sebenarnya. Akhirnya Rio dan Angel berjanji untuk menyanggupi permintaan Vio. Sebelum mereka pergi, Vio menitipkan sebuah surat untuk Delon. Namun dia berpesan agar surat itu diberikan apabila dia sudah meninggal.
"Gua janji akan ngejaga rahasia ini. Dan Delon gak akan tau, loe tenang ajah!" kata Rio berusaha tegar.
Vio tersenyum lega, karena sebelum kepergiannya dia bisa memiliki orang-orang yang amat menyayanginya.
Rio dan Angel pun berpamitan untuk pulang. Tak lama setelah mereka berdua keluar, malaikat penyabut nyawa datang menjemput Vio.
***
Dear Delon,
Maaf bila aku gak bisa bicara langsung sama kamu. Tapi aku harap kamu bisa mengerti akan keadaanku. Hari ini aku pergi ke Paris bersama seluruh keluargaku. Aku akan melanjutkan sekolah disana sampai kuliah nanti. Maaf aku gak pernah bilang sama kamu sebelumnya, bahwa aku telah dijodohkan dengan anak teman kerja papaku di Paris. Aku tak mungkin bisa menolak, karena papa berhutang budi pada keluarganya. Aku harap kamu mengerti kenyataan ini, lupakan aku. Kita memang tidak ditakdirkan untuk berjodoh. Maka aku harap, cepat-cepatlah mencari penggantiku. Aku yakin diluar sana masih banyak wanita yang bisa membahagiakanmu.
Maafkan aku bila selama ini selalu memberatkanmu, selalu mengharapkan sesuatu yang lebih dari kamu. Tapi tulus cintamu yang membuat aku masih bisa menulis surat untuk kamu ini. Aku mohon, lupakanlah aku Delon.
Salam perpisahan,
Vio
***
Delon menteskan lagi airmatanya ketika membaca surat terakhir dari Vio. Perasaannya kacau, fikirannya melayang, semangat hidupnya hilang setelah membaca surat dari orang yang selalu menyemangatinya dan memberikan senyuman untuknya harus pergi dengan cara seperti ini.
"Darimana loe berdua dapat surat ini?" tanya Delon dengan nada emosi.
"Tadi pagi sewaktu gua mau berangkat, supir Vio yang ngasih itu ke rumah gua." jelas Rio gemetaran.
"Kenapa surat ini gak langsung dikasihin ke gua? Kenapa harus lewat loe? Dan kenapa loe gak langsung telfon gua, Ri?" tanya Delon yang emosi sambil menatap mata Rio tajam.
"Gua gak tau kenapa Vio ngasihnya lewat gua. Dan gua juga gak tau apa isi surat itu." jawab Rio.
"Asalkan loe tau apa isi surat ini? Vio pergi ke Paris dan gak akan pernah balik lagi! Dia akan dijodohkan orangtuanya disana! Loe bayangin perasaan gua kan, Ri?"
Angel meneteskan airmatanya, karena dia tak tahu bahwa alasan yang diberikan Vio untuk Delon adalah itu. "Stop, Del! Rio sama gua gak tau apa-apa soal ini. Kita juga sama kagetnya kaya loe! Jadi please, jangan nyalahin Rio lagi." sentak Angel pada Delon, dan lalu menarik tangan Rio untuk pergi.
Melihat kedua temannya ikut pergi meninggalkannya, perasaan Delon semakin kacau. "Vio!!" teriak Delon sekencang mungkin.
***
"Yeay!!" sorak semua mahasiswa yang sudah menjadi sarjana. Diantara sarjana-sarjana itu di dalamnya ada Delon, Rio dan Angel. Mereka sudah lulus S1 dan menjadi sarjana.
"Delon! Ayo kita foto bersama dulu!" seru Angel pada Delon yang sedang asik dengan selembar kertas yang tengah dipegangnya.
"Ok!" balasnya seraya berlari mendekati kedua temannya.
"Satu, dua.. Ti..ga! Cekrit.."
"Gak terasa ya kita udah lulus ajah? Perasaan baru ajah kemarin kita ketemu di SMA.” Ucap Rio sambil melihat hasil fotonya.
“Iya, ya.. andai ajah masih ada Vio di dekat kita. Pasti kita bias ngumpul berempat lagi kaya dulu.” Balas Delon yang membuat Rio dan Angel saling memandang satu sama lain. “Oh, ya! Kalian harus tau satu hal. Bulan depan, gua bakalan pergi ke Paris! Gua bakalan cari Vio disana, ya walau hanya sebatas teman ajah. Abisanya gua kangen banget sih sama dia. Dan gua juga udah niat dan dari lulus SMA buat nabung biar bias cari dia ke Paris. Keren, kan?” lanjutnya yang lantas membuat kedua temannya tercengah.
“Itu gak mungkin, Del! Loe gak bakalan mungkin ketemu Vio lagi, karena dia udah..” cetus Angel yang lpa dan terpotong karena kakinya diinjak Rio.
“Apaan sih kamu?” Tanya Rio dengan suara pelan.
“Entar dulu.. maksud loe apa,Ngel?” selidik Delon yang mulai curiga.
“Ya.. loe tau sendirikan kalau Paris itu luas? Lagian juga siapa tau kalau Vio udah pindah. Iya, kan?” jawab Rio menutup-nutupi agar Delon tak semakin curiga.
“Udahlah, Ri! Udah waktunya Delon tau semuanya.” Sanggah Angel.
“Sebenarnya ada apaam sih?” Tanya Delon yang semakin kebingungan.
“Okey..” kata Rio yang akhitnya setuju.
“Del, sebenarnya.. Dulu Vio itu gak ke Paris atau pergi kemana pun. Tapi Vio meninggal, karena Leukimia yang iya idap semenjak SMA. Sebelum dia pergi, dia cuma pesan seupaya kita berdua supaya gak ngasih tau loe. Dia gak mau lihat loe sedih karena dia. Tapi gua rasa ini udah saatnya loe tau, kalau Vio tutus saying sama loe.” Jelas Angel yang langsusng membuat Delon terpaku dan meneteskan airmatanya. Fikirannya melayang, perasaannya berantakkan, semua perasaannya kacau-balau.
“Maafin kita ya, Del?” ucap Angel.
Delon menarik nafas sejenak agar fikirannya kembali tenang. “Lalu diamana Vio dikuburkan?” Tanyanya yang masih terus meneteskan airmata.
“Kita pasti ngasih tau tempatnya. Tapi loe yang kuat ya ngehadapin kenyataan ini?” bujuk Rio.
***
Delon menangis sambil memeluk batunisan Vio. Sejenak dia mengingat masa-masa indahnya bersama yang dicinta, sungguh menyakitkan baginya harus kehilangan kekasihnya untuk selamanya. “Malam itu memang indah bagi kita.. maaf bila selama hubungan kita aku baru bisa ngajak kamu nonton sekali. Aku sungguh menyesal tak bisa membahagiakanmu disisi umurmu. Takkan ku lupa malam itu Vio. Malam terakhir kita, sungguh malam yang indah.” Ungkap Delon sambil menatap langit, karena dia yakin bahwa Vio tengah melihatnya sambil tersenyum manis.
T.A.M.AT
Read More ->>
Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "